Tantangan Pemasaran Dalam Abad 21
Perubahan yang cepat cenderung menyebabkan cepat
usangnya strategi. Apa yang diyakini benar saat ini, dua dekade mendatang
mungkin tidak relevan lagi. Dalam Memasui Abad XXI, tantangan apa yang muncul
bagi para pemasar ?
Perusahaan-perusahaan di Indonesia saaat ini
bergelut dengan resensi ekonomi yang maha berat dengan segala konsekuensinya,
perosotan lingkungan alam, perubahan teknologi dan setumpuk masalah sosial,
budaya dan politik. Pada sisi lain me-mang perubahan ini justru memberikan
peluang.
Resensi
Ekonomi
Sales
reperesentative City Bank bercerita begini. Akibat
krisis ekonomi yang maha berat, bisnis kartu kredit perusahaan tersebut merosot
drastis. Selama dua bulan sampai Agustus 1998, operasi kartu kredit yang berjalan
hanya penagihan. Perekrutan pelanggan baru praktis berhenti, sehingga karyawan
bagian promosi hanya makan gaji buta.
Sepuluh tahun lalu cerita diatas mungkin ditanggapi
dengan rasa terkejut dan heran. Tetapi pada saat ini, bukan sesuatu yang luar biasa
lagi. Bahkan kalau mau, cerita yang lebih memilukan dengan mudah dapat
dikumpulkan dari ribuan karyawan yang di-PHK.
Apa arti semua ini bagi pemasaran? Tidak berdayanya
perusahaan menghindar dari efek global. PT. ASTRA INTERNASIONAL yang lama
menyandang predikat sebagai perusahaan paling profesional pun harus lunglai
danterpaksa menghentikan produksi sejak pertengahan 1998 sampai waktu yang
tidak diketahui.
Dalam resesi ekonomi seperti itu, semua resep
pemasaran sebelumnya menjadi basi. Contohnya, Suzuki Baleno yang sebelum krisis
ekonomi mengunakan strategi harga murah untuk kualitas tinggi (Rp. 47.000.000),
tentu kebingungan setelah krisis. Dengan harga diatas seratus juta rupiah,
masih mungkinkah strategi itu dilanjutkan?
Krisis ekonomi yang melanda indonesia, Malaysia,
Thailand, Korea Selatan dan Jepang menunjukan bahwa dalam abad mendatang, jatuh
bangunnya perekonomian suatu negara bisa terjadi begitu cepat. Kemungkinan ini
tentu menjadi tantangan bagi orang pemasaran untuk menyiapkan rencana menghadapi
kemungkinan terburuk.
Perubahan
Teknologi
Teknologi memang bukan musuh orang pemasaran. Namun,
perubahannya bisa menjadi musuh kalau orang pemasaran tidak mampu
mengimbanginya. Contoh teknologi prosesor komputer. Perubahan teknologi yang
sangat cepat yang terjadi hampir setiap tahun, tentu memaksa para pemasar untuk
selalu belajar perkembangan teknologi komputer. Pemasar yang tidak mampu
mengimbangi laju perkembangan teknologi tersebut akan mengalami kegagalan.
Selain menantang pemasar untuk selalu belajar,
perkembangan teknologi juga mempercepat keusangan suatu produk. Siapa bilang
mutu kaset video jelek? Namun, kenyataanya produk ini sudah mulai menghilang
dari pasaran karena tergeser oleh teknologi VCD (Video Compact Disk) yang mutunya lebih bagus dan harganya lebih
murah. Apakah VCD dijamin tidak bakalan tergusur? Belum tentu. Memang sampai
sekarang Kedudukan VCD masih kokoh.
Tetapi ingat bahwa teknologi selalu berkembang. Yang
ada hanya masalah waktu, yaitu kapan produk tersebut muncul lagi. Di sinilah
tantangan untuk para pemasar untuk tidak hanya terpaku pada produk saat ini.
Sistem
Perdagangan Bebas
Dalam waktu deka sistem perdagangan bebas akan
menjadi kenyataan. Perkembangan ke arah itu dimulai dari zona-zona perekonomian
bebas, seperti AFTA, NAFTA, Masyarakat Ekonomi Eropa, dan lain-lain.
Dalam sistem tersebut, tidak ada lagi
hambatan-hambatan perdagangan antar negara, baik tarif maupun non-tarif.
Dampaknya jelas. Persaingan akan meningkat pesat sebab yang akan dihadapi bukan
lagi terbatas pada persaing dalam negri, melainkan termasuk pesaing luar
negeri.
Bagi pemasar, tantangan dari sistem perekonomian
bebas tidak hanya terbatas pada usaha mempertahankan pasar dalam negeri yang
sudah dikuasai. Yang tidak kurang pentingnya adalah bagaimana memasuki pasar di
negara lain. Ini menjadi tantangan tersendiri sebab negara-negara lain jelas
memiliki perberbedaan budaya, politik, ekonomi, dan lingkungan alam.
Dengan jumlah penduduk yang tinggi dan sumber daya
yang kaya, sudah tentu indonesia menjadi semacam sasaran yang potensial. Dengan
kenyataan itu, para pemasar Indonesia boleh cemas. Perusahaan-perusahaan
internasional tentu akan berusaha memasuki pasaran Indonesia. Apalagi konsumen
Indonesia terkenal memiliki sifat lebih menghargai segala produk yang berbau
impor (import minded), tidak peduli
berkualitas atau tidak.
Pemerosotan
Lingkungan Alam
Bumi saat ini diibaratkan dengan kapal yang sarat
beban dan hampir tenggelam. Kenapa? Pertumbuhan jumlah penduduk yang begitu
cepat ternyata berdampak pada pemanfaatan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan penduduk bumi. Tidak masalah kalau sumber daya itu dimanfaatkan
secara benar. Sayangnya, proses produksi dan konsumsi yang terjadi justru
merusak lingkungan alam. Cobalah bayangkan bagaimana kerusakan alam yang
diakibatkan sebuah mobil.
Pada waktu penggalian bijih besi, telah terjadi
perusakan alam pertambangan. Setelah itu, pada proses produksi, terjadi juga
perusakan alam dengan limbah berbahaya maupun asap pabrik. Setelah mobil
dibeli, kerusakan alam terjadi lagi dengan polusi yang dihasilkannya, baik
polusi udara maupun polusi suara. Itu baru mobil. Bagaimana dengan produk lain?
Bisa dikatakan bahwa hampir semua proses produksi berdampak merusak lingkungan
alam. Selain itu, banyak di antara
penghuni bumi ini yang merusak alam untuk tujuan yang sia-sia, seperti
pembakaran hutan, perburuan liar, membuang sampah secara sembarangan dan
lain-lain.
Kerusakan Lingkungan alam pada akhirnya menyadarkan
umat manusia akan perlunya penyelamatan. Akhir-akhir ini usaha tersebut semakin
gencar dan sudah masuk dalam konteks pemasaran. Bahkan saking gencarnya, dengan
runtuhnya komunis, maka penggantinya adalah ideologi lingkungan. Dengan
ideologi tersebut, para pemasar ditantang untuk memperaktekkan green-marketing , baik dalam proses produksi maupun pemakainan atau konsumsi.
Kalau tidak, opini publik akan menghantam perusahaan
Resensi Daftar Pustaka Buku
·
Engel, James F. Et al. 1996. Consumer Behavior. McGraw-Hill, Inc.,
Singapore.
·
Kasali, Rhenald. Manajemen Public Relation. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
·
Stern, Louis. W. Et al. 1992. Marketing Channels. Fourth Edition.
Prentice Hall, Inc., New Yersey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar